<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d2088782634436562457\x26blogName\x3dBelajar+Mengungkapkan+Kata+Dalam+Tulisan\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://armeink.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://armeink.blogspot.com/\x26vt\x3d7121805960237238141', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Rabu, 17 September 2008

Tragis

Ada beberapa berita yang sangat menyentuh sanubari, pertama, adanya penjualan daging sisa/limbah dari hotel bintang 5 yang harusnya dibuang ke tempat sampah, namun daging tersebut kemudian ditampung, diolah, dikemas kemudian dijual ke masyarakat. Kedua, wafatnya 21 orang ketika berebut zakat mal di Pasuruan Jawa Timur.

Didalam kedua kejadian,sebagai korban adalah masyarakat kalangan bawah. Produk daging sisa, dijual di pasar-pasar tradisional yang konsumennya kalangan masyarakat bawah, begitu pula pemburu zakat mal adalah kalangan bawah juga.

Tampaknya dari waktu-kewaktu kita disuguhi kejadian-kejadian yang memilukan, menjengkelkan yang sambung menyambung tiada henti, kita pernah dibuat was-was karena makanan yang kita makan seperti, ikan laut, tahu, ayam diproses dengan menggunakan formalin agar makan tersebut dapat bertahan lama, kemudian diberitakan ada Pengusaha kecil, memproduksi makanan ringan dari bahan baku makanan ringan yang sudah kadaluwarsa.

Dari rangkaian kejadian itu, terdapat benang merah yang kita dapat sebut, yaitu faktor “kebutuhan” hidup.Tampaknya masyarakat kecil yang jadi korban dari kejadian2 tersebut, mereka tidak punya pilihan lain karena keterbatasan materi.

Tapi apakah hanya masyarakat golongan kecil saja yang terpepet dengan “kebutuhan” hidup?

Bisa juga dikatakan dengan alasan “kebutuhan” anggota DPR Komisi IX menerima cek perjalanan senilai Rp.300.000.000 – Rp.500.000.000,- setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, tentunya “kebutuhan” untuk setoran ke Kas partai, kebutuhan mengunjungi konstituen, atau kebutuhan persiapan pemilu yad. Diberitakan pula anggota KPPU ditangkap oleh KPK diduga terlibat kasus penyuapan sebesar Rp.500.000.000,-, terkait dengan kasus yang ditangani KPPU. Untuk yang terahir saya belum dapat mereka-reka alasan apa yang tepat sekitar peneriman uang tersebut, apakah untuk “kebutuhan” modal meneruskan kerja di KPPU, atau “kebutuhan” mengejar karir di tempat lain, atau hanya sekedar memenuhi “kebutuhan” gaya hidup yang wah.

Namun yang terlihat disatu pihak ada segolongan masyarakat yang ingin memenuhi “kebutuhan” agar dapur tetap mengepul, sedangkan dipihak lain ada yang perlu memenuhi “kebutuhan” hidup yang entah saya harus menyebutkan sebagai apa. Mungkin pembaca dapat menyebutkannya ? Terima kasih.


Selasa, 16 September 2008

Kebiasaan Mempersiapkan Lebaran

Menarik sekali membaca artikel di harian Kompas tanggal 14 September kemarin yang menyoroti kegiatan Ramadhan yang sudah mulai berubah mengikuti arus jaman. Bunyi kutipan artikel tersebut adalah “….dulu, Ramadhan di tanah air identik dengan laku asketisme. Beberapa tahun belakangan ketika konsumerisme melanda kota besar, bulan suci umat Islam itu menjelma sebagai perayaan komodifikasi ritual keagamaan…….”

Penulis artikel melihat perubahan tersebut dari media televisi. Secara pribadi saya sependapat dengan yang ditulis di artikel tersebut. Saya melihatnya mulai dengan berkembangannya media televisi, yang saat ini sudah ada lebih dari 10 stasiun TV. Sudah lazim penonton direcoki dengan segala macam acara yang beragam yang diikuti dengan iklan-iklan produk yang menarik tentunya dengan semangat konsumtif. Sedangkan acara yang serius membahas tentang masalah agama Islam sangat sedikit sekali porsinya.

Namun apabila diamati kebiasaan masyarakat menjalankan kegiatan selama Ramadhan, terutama kegiatan di akhir ramadhan, terdapat hal-hal yang dapat mengurangi kegiatan ibadah Ramadhan yang sedang dijalankan. Ini terkait mungkin dengan adanya kebiasaan hari lebaran harus serba baru atau wah makanan yang lezat serta adanya kegiatan mudik.

Sebetulnya hal ini sering diingatkan oleh para penceramah, yang mengatakan bahwa “janganlah diakhir Ramadhan kita malah mengendurkan ibadah” hanya untuk sekadar mempersiapkan hari Lebaran atau persiapan mudik. Sehingga tenaga terkuras untuk belanja keperluan Hari Raya, seperti belanja pakaian, memasak kue dan makanan utama. Memasuki minggu ketiga bulan Ramadhan, apabila diamati nampaknya jamaah shalat tarawih malah berkurang ketimbang minggu sebelumnya. Apakah sinyalemen penceramah itu betul bahwa berkurangnya jamaah Tarawih karena mempersiapkan Lebaran ?

Diakhir Ramadhan Rasulullah SAW lebih mengintensifkan dalam beribadah dibanding hari-hari sebelumnya. Mungkin jamaah tersebut lebih mengintensifkan ibadah ramadhan dirumahnya masing-masing sebagaimana halnya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.


15 hari Shaum

15 hari telah bershaum, sebenarnya banyak hal-hal yang bisa dijadikan tulisan, namun yang sulit adalah mencari angel serta kemudian memulainya. Tulisan ini bertutur tentang anak kedua saya dalam menjalani ibadah dibulan Ramadhan.

Memasuki shaum hari ke 15 anak saya Rizalulloh Al Rasyid yang berusia 9 tahun tetap berpuasa belum ada yang batal / bolong. Tahun yang lalu pun Rizal shaumnya sudah komplit tidak ada yang batal, sehingga pada waktu hari lebaran mendapat hadiah dari kami karena telah shaum dengan komplit.

Lain cerita dengan ibadah shalat Tarawih. Shalat Tarawih yang dilakukan banyak bolongnya. Sebagai orang tua sudah mendorong, memberi motivasi namun jika sudah timbul kejenuhan maka akan sulit untuk mengajak pergi shalat Tarawih ke Masjid. Alasannya diantaranya adalah lelah, letih dan terkadang jumlah rakaat shalatnya banyak sekali. Padahal dikeluarga mengamalkan shalat Tarawih 11 rakaat.

Lain halnya apabila teman-teman sebayanya yang memanggil untuk mengajak Tarawih ke masjid maka dengan semangat Rizal akan pergi ke masjid, malah perginya lebih awal. Asalkan itu bersama dengan teman-teman sebayanya dan bukan dengan orang tuanya.

Namun berangkat shalat Tarawih ke masjid bersama-sama bukan hanya dilakukan semata oleh Rizal, melainkan ada kelompok teman-temannya yang lain melakukan hal yang sama. Hal ini pun pernah saya lakukan ketika seusia Rizal dulu. Sekadar mengenang masa lalu saya kala itu di SD pun saya seperti halnya Rizal, yang kalau berangkat Tarawih bergerombol dengan teman-teman. Malah ketika SLTA masjid yang dituju jauh dari rumah, namun semangat itu tetap membara. Kala itu kami berangkat ke masjid dengan bersepeda motor ria lewat jalan protokol kota Bandung yang sejuk, dengan menyampirkan sajadah dibahu. Terasa ada nuansa yang berbeda. Mungkin apabila pergi Tarawih dengan teman-teman sebaya semangatnya sedikit berbeda ketimbang berangkat dengan Ortu untuk tujuan yang sama.