<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d2088782634436562457\x26blogName\x3dBelajar+Mengungkapkan+Kata+Dalam+Tulisan\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://armeink.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://armeink.blogspot.com/\x26vt\x3d7121805960237238141', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Rabu, 22 Juli 2009

Pembatasan Kelahiran Dalam Catatan Perjalanan

Selama mengujungi obyek wisata di Cina saya selalu menyempatkan untuk berbincang dengan pemandu wisata yg kebetulan dapat berbahasa Indonesia. Walau disela perbincangan saya harus sedikit konsentrasi karena pengucapannya kadang tidak jelas. Menurut penuturannya, ia berlajar bahasa Indonesia lebih kurang 2 (dua) tahun di Beijing. Salah satu topik yang menarik dalam perbincangan kami adalah mengenai “pembatasan kelahiran”. Seperti diketahui Cina saat ini berpenduduk sekiatar 1,3 milyard, suatu jumlah yang fantastis. Untuk itu Pemerintah Cina merasa perlu untuk melakukan program pembatasan kelahiran bagi setiap pasangan suami istri.

Pemandu wisata kami mencontohkan bahwa dia mempunyai anak 2 (dua) orang. Ketika anak yang kedua lahir dan kemudian kelahiran itu dicatatkan ke Pemerintah, dia mendapat denda sebesar 30.000 yuan atau jika di kurs ke mata uang Indonesia kurang lebih sebesar Rp.40.000.000,- (empat puluh juta rupiah). Ketika saya tanyakan kenapa nekat ingin mempunyai anak yang kedua. Pemandu wisata kami menjawab anak pertamanya adalah perempuan, dia ingin mempunyai anak laki2, walaupun keinginan tersebut terkabul namun harganya sangat mahal.

Lain lagi dengan cerita seorang kawan, ia yang kelahiran Indonesia menikah dengan penduduk Beijing, mempunyai kawan seorang wanita Indonesia yg juga kawin dengan penduduk Beijing. Kawannya itu mempunyai anak yang kedua. Ketika tahu bahwa denda yang akan dikenakan kepadanya sebesar 200.000 yuan, kontan menunda pencatatan anak keduanya tersebut, dia kaget begitu mahal dendanya.

Pertanyaannya adalah kenapa ada perbedaan yang cukup signifikan seputar masalah denda ?. Ternyata karena wanita Surabaya tersebut penduduk Beijing sedangkan Pemandu Wisata kami bukan penduduk Beijing. Rupanya pengenaan denda tersebut bervariasi di tiap daerahnya, sudah menjadi hukum yang berlaku umum barangkali jika kehidupan di kota-kota besar mempunyai ongkos hidup yang lebih besar di banding di pedesaan atau daerah-daerah pinggiran.

Lebih jauh diceritakan bahwa pembatasan kelahiran penerapannya jauh lebih ketat di kota-kota besar seperti Beijing di banding di daerah pinggiran atau pedesaan.. Di pedesaan dimungkinkan mempunyai anak lebih dari 1 dengan denda yang longgar dengan tujuan untuk membantu ekonomi keluarga . Begitu pula jika pasaangan suami istri dari pasangan suku minoritas dimungkinkan mempunyai anak ke 2 tanpa dikenakan denda oleh Pemerintah, demikian obrolan ringan selama perjalanan ini.

Lain di Cina lain pula di Singapura. Konon di beritakan Pemerintah Singapura mendorong penduduk usia nikah untuk segera menikah dan mempunyai keturunan. Jika mempunyai keturunan maka Pemerintah Singapura akan memberikan tunjangan atau subsidi bagi pasangan tersebut. Jadi, begitu mempunyai anak maka orang tuanya dibayar oleh Pemerintah Singapura.

Kebijakan ini dijalankan Pemerintah Singapura, karena kabarnya banyak orang Singapura usia nikah tidak mau menikah. Apabila menikah akan repot ngurus anak, tidak ada kebebasan, berkomitmen sepanjang hidup dengan pasangan dsb. Dapat dibayangkan jika suatu negara tanpa generasi penerus yang handal apa jadinya kelangsungan suatu negara itu? Lain ladang lain belelalang. Lain lubuk lain ikannya.