<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d2088782634436562457\x26blogName\x3dBelajar+Mengungkapkan+Kata+Dalam+Tulisan\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://armeink.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://armeink.blogspot.com/\x26vt\x3d7121805960237238141', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Selasa, 11 Agustus 2009

Menyambut Bulan Ramadhan 1430 H

Melanjutkan tulisan tentang “Hidup itu Harus Seimbang”, dalam tulisan ini saya mencoba untuk menguraikan kembali apa yang telah disampaikan oleh para penceramah beberapa waktu yang lalu. Walaupun diadakan di tempat yang berbeda serta dalam waktu yang berlainan, namun tampaknya antara materi ceramah yang pertama dengan ceramah yang kedua saling melengkapi.

Ceramah pertama dilakukan di lingkungan kompleks rumah, penceramah menyampaikan ibadah-ibadah apa saja yang dapat dilakukan di bulan ramadhan. Penceramah ini menyampaikan, ada banyak ibadah yang dapat dilakukan. Memperbanyak shalat wajib secara berjamah baik dilakukan dirumah maupun dimasjid tidak lupa ditambah dengan shalat sunat. Shalat tarawih, memperbanyak tadarus, memperbanyak shodaqoh, memberikan makan kepada orang mau berbuka puasa. Di 10 hari terakhir bulan Ramadhan melakukan I’tikaf di Masjid. Apabila diberikan kelebihan rizki oleh Alloh SWT tidak ada salahnya melakukan umroh di bulan Ramadhan.

Sedangkan penceramah di tempat di tempat kawan-kawan lama, menyampaikan bahwa di bulan Ramadhan itu pahala-pahala yang diberikan oleh Alloh SWT sangat banyak tidak terhingga. Pertanyaannya adalah apakah kita dapat memanfaatkan atau mendapatkan pahala-pahala yang disediakan oleh Alloh SWT secara maksimal?

Selanjutnya penceramah menyampaikan, bahwa dia yakin kita sudah lakukan shalat, berpuasa, membayar zakat memberi shodaqoh, berumroh dan sebagainya. Dapat dikatakan sudah melakukan ibadah berdasarkan syariatnya. Namun pertanyaannya adalah apakah hakekatnya sudah dipenuhi?

Maksud hakekat disini adalah, apakah dalam melakukan shalat kita sudah khusyu? ataukah ingin dipuji sebagai orang yang sholeh. Apakah dalam shalat pikiran dan hati tertuju kepada Alloh SWT ?. Atau mungkin pikiran masih memikirkan pekerjaan di kantor. Pada saat berpuasa, apakah masih bergunjing menceritakan keburukan orang lain?. Melihat hal-hal yang maksiat. Apakah pada saat memberikan shodaqoh sebetulnya ingin mendapat pujian sebagai orang yang dermawan?.

Apabila masih melakukan hal-hal seperti yang dicontohkan diatas, maka hal ini dapat mengurangi nilai ibadah, serta tentunya akan mengurangi pahala yang akan diperoleh. Pada ahirnya apa yang dilakukan hanya sia-sia belaka, yang diperoleh adalah capainya saja.

Dengan seabreg contoh yang dikemukan penceramah yang terahir ini, menjadikan yang hadir terhenyak, termenung, berpikir serta bertanya dalam hati. Pertanyaannya apakah ibadah-ibadah yang selama ini dilaksanakan pada bulan Ramadhan telah dilakukan dengan khusyu sehingga memperoleh ridho Alloh SWT.

Pada ahirnya apa yang disampaikan penceramah ini dibawa pulang dengan sejuta pertanyaan penuh harap. Semoga ibadah Ramadhan yang dilakukan tahun-tahun yang lalu mendapat ridho dari Alloh SWT, serta untuk Ramadhan tahun ini lebih meningkat dibanding tahun-tahun yang lalu.


Jumat, 07 Agustus 2009

Hidup Itu Harus Seimbang

Menjelang bulan Ramdhan tahun ini, sudah 2 kali menghadiri arisan yang diadakan oleh 2 kelompok yang berbeda. Pertama kelompok di lingkungan rumah dan kelompok teman-teman lama. Yang menarik dari kedua pertemuan tersebut sebetulnya adalah diselipkannya acara ceramah agama atau pengajian yang sebelumnya tidak pernah ada. Tema utamanya seputar menyambut bulan suci Ramadhan.

Adanya tambahan acara pengajian, merupakan sesuatu yang menarik dan patut untuk diapresiasi. Ada semacam kesadaran bahwa hidup ini perlu pembekalan dengan hal-hal yang bersifat rohaniah. Hal ini diperlukan untuk menjaga keseimbangan jiwa, terutama setelah hampir 11 bulan hidup mengejar materi. Jadi harus ada balance antara kebutuhan materi dan rohani.

Teman-teman di ke 2 kelompok tersebut menyatakan bahwa umur terus bertambah, semakin tua perlu ada bekal hidup untuk di ahirat kelak. Diumur yg merambat tua apalagi yang harus dikejar, kira2 seperti itu ungkapan teman-teman. Memang diusia senja perlu suatu tambahan “gizi” yang berbeda dengan “gizi” yang hampir 11 bulan dicari. Dalam 11 bulan yang dicari, adalah “gizi” berupa materi, kedudukan maupun kehormatan.

Sekarang sudah saatnya mengisi kehidupan dengan “gizi” yang lain yaitu rohani. Mungkin sudah merasa ada kekosongan jiwa, merasa dahaga, gersang. Kekosongan ini nampaknya hanya dapat disi atau dipenuhi oleh “gizi” yang bernama rohani dengan mengikuti ceramah keagamaan.

Mungkin kita sering tersadar, usia merambat ke kepala 5, materi sudah lengkap, anak istri sehat serta sudah mendekati cita-cita hidup yang di idamkan. Namun jiwa kita tetap gelisah. Pada awalnya tidak tahu apa yang digelisahkan, namun kian hari kian nyata ada pertanyaan yang mengguncang jiwa. Pertanyaan itu terus bermunculan seiring dengan bertambahnya usia. Pada suatu ketika baru menyadari bahwa hidup pasti berakhir. Pertanyaannya kapan berakhirnya hidup ini. Hendak kemana setelah itu. Apakah kita mengenal kehidupan setelah kematian. Apakah indah atau malah mengerikan. Apakah kita siap menghadapi hal itu?

Jiwa terguncang menyadari tidak dapat menjawab pertanyan-pertanyaan itu, kita pun tidak dapat membayang kehidupan yang akan datang itu. Bagaimana bisa membayangkan tatkala kita hidup saja kita tidak dapat membayangkan atau memprediksikan besok akan ada kejadian apa atau bagimana masa depan kita. Apalagi ini membayang kehidupan setelah mati, didunia yang lain dialam lain. Dalam firmannya Allah SWT bersabda, setiap yang bernyawa pasti akan mati.

Tapi kapan kematian itu akan datang?. Masalahnya adalah kita tidak tahu kapan ajal akan menghampiri. Hidup, mati, jodoh adalah rahasia Illahi.

Contohnya, tiba-tiba kita dikagetkan dengan berita, wafatnya Mbah Surip. Ada yang menyatakan tidak percaya, karena kemarin baru ada di Televisi. Ada pula yang mengatakan kasihan wafat padahal baru saja tenar serta belum menikmati jerih payahnya. Diberitakan WS Rendra yang sedang sakit menginjinkan Mbah Surip di makamkan di kompleks bengkel teater. Tidak lama kemudian berita lain menyusul, WS Rendra telah wafat pula. Kematian adalah suatu yang rahasia, tidak tahu kapan ajal akan menjemput, apakah yang sakit parah terlebih dahulu atau malah yang masih sehat. ? Hanya yang Khalik yang maha mengetahui.

Pertanyaannya adalah apa yang sudah dipersiapkan untuk menyongsong kematian itu? Apakah sudah siap menghadapi itu? Apa saja yang dipersiapkan? jawaban atas pertanyaan yang menggelisahkan ini hanya dapat di jawab oleh ajaran agama. Diumur yg semakin tua adalah bijaksana jika dengan sadar memperdalam agama, memperbanyak amal, serta menambah keimanan. Yang dicari adalah khusnul khotimah tentunya, semoga Alloh SWT mengabulkan keinginan itu. Amiiin.


Senin, 03 Agustus 2009

Mesjid Niujie

Kali ini kami coba ketengahkan episode perjalanan exotic kami ke Beijing. Tujuan kami kali ini adalah ke Masjid Niujie. Negara Cina yang berpaham komunis, ternyata juga memiliki komunitas muslim. Konon menurut kabar, mesjid Niujie telah berumur lebih dari 1000 tahun. Keberadaan Mesjid ini terletak di jantung kota Beijing. Persisnya berada di suatu kompleks Mesjid dengan luas 6.000 m2. Dari suasananya kompleks mesjid ini memiliki pemandangan yang cukup megah dan khidmat. Dalam kompleks mesjid, selain mesjid Niujie, terdapat pula madrasah, rumah imam, ruang guru, dan menara adzan yang unik.

Menurut brosur yang kami baca, Mesjid ini di bangun pada tahun 999 pada jaman Kaisar Tonghe dari Dinasty Liao. Karena usianya yang cukup tua, Masjid Niujie telah mengalami beberapa kali renofasi mulai dari dinasti Yuan, Ming hingga Qing. Jika dicermati, mesjid ini mengadopsi kombinasi arsitektur Arab dan Cina. Selain pernah direnofasi, pernah penggunaan kata “mesjid” dirubah menjadi kata “Libaisi” hal ini terjadi pada jaman Kaisar Chenghua dari dinasti Ming. Mesjid Nuijie ternyata juga memilik koleksi Al-Qur’an tulisan tangan yang telah berumur lebih kurang 300 tahun, serta papan dekrit dari Kekaisaran Kangxi (1694).

Pertama kali memasuki area kompleks mesjid, kami harus melewati pos penjagaan. Pos itu dijaga oleh seorang lelaki tua, yang kira-kira telah berumur lebih dari 60 tahun. Setelah guide menjelaskan maksud kedatangan kami kesana barulah kami dipersilahkan masuk. Sebagai seorang muslim kunjungan kami ke masjid Nuijie disamping untuk melakukan ibadah juga bersilaturahmi serta menikmati keindahannya. Namun dikarenakan ketika itu belum masuk waktu sholat, jadi kami hanya menikmati keindahan arsitekturnya saja. Setiap turis yang hendak berkeliling kompleks mesjid, diharuskan membayar 10 Yuan per orang.

Pada awalnya kami terkejut ketika dikenai karcis masuk, dalam hati untuk apa biaya itu dikeluarkan ? namun karena pada tanggal 13 Januari 1988 Pemerintah Cina menetapkan sebagai suatu “National historic unit” semacam cagar budaya nasional, maka selain sebagai tempat ibadah juga sebagai peninggalan budaya, sehingga kemudian untuk masuknya dikenai ticket masuk.

Kedatangan kami ke Cina adalah awal bulan Juli yang di Cina masuk di musim panas, sehingga jadwal shalat untuk musim panas adalah, shalat Subuh : 04.00 ; Dzuhur : 13.30 ; Ashar : 18.40 ; Maghrib: 19.50; dan Isya :21.25. Tampaknya waktu shalat musim panas akan berbeda jauh dengan waktu shalat di luar musim panas. Dapat dibayangkan jika bulan Ramadhan masih dalam musim panas maka puasa akan cukup panjang waktunya, karena waktu buka sekitar jam 20.00.

Jika setiap turis muslim yang berkunjung ke Beijing ada baiknya tak lupa mengunjungi Mesjid Niujie terlebih dahulu. Disamping untuk melihat keunikan mesjid, yang utama adalah mengetahui secara pasti waktu shalat. Karena perbedaan waktu shalat di Beijing setiap musimnya berbeda cukup mencolok.


Rabu, 22 Juli 2009

Pembatasan Kelahiran Dalam Catatan Perjalanan

Selama mengujungi obyek wisata di Cina saya selalu menyempatkan untuk berbincang dengan pemandu wisata yg kebetulan dapat berbahasa Indonesia. Walau disela perbincangan saya harus sedikit konsentrasi karena pengucapannya kadang tidak jelas. Menurut penuturannya, ia berlajar bahasa Indonesia lebih kurang 2 (dua) tahun di Beijing. Salah satu topik yang menarik dalam perbincangan kami adalah mengenai “pembatasan kelahiran”. Seperti diketahui Cina saat ini berpenduduk sekiatar 1,3 milyard, suatu jumlah yang fantastis. Untuk itu Pemerintah Cina merasa perlu untuk melakukan program pembatasan kelahiran bagi setiap pasangan suami istri.

Pemandu wisata kami mencontohkan bahwa dia mempunyai anak 2 (dua) orang. Ketika anak yang kedua lahir dan kemudian kelahiran itu dicatatkan ke Pemerintah, dia mendapat denda sebesar 30.000 yuan atau jika di kurs ke mata uang Indonesia kurang lebih sebesar Rp.40.000.000,- (empat puluh juta rupiah). Ketika saya tanyakan kenapa nekat ingin mempunyai anak yang kedua. Pemandu wisata kami menjawab anak pertamanya adalah perempuan, dia ingin mempunyai anak laki2, walaupun keinginan tersebut terkabul namun harganya sangat mahal.

Lain lagi dengan cerita seorang kawan, ia yang kelahiran Indonesia menikah dengan penduduk Beijing, mempunyai kawan seorang wanita Indonesia yg juga kawin dengan penduduk Beijing. Kawannya itu mempunyai anak yang kedua. Ketika tahu bahwa denda yang akan dikenakan kepadanya sebesar 200.000 yuan, kontan menunda pencatatan anak keduanya tersebut, dia kaget begitu mahal dendanya.

Pertanyaannya adalah kenapa ada perbedaan yang cukup signifikan seputar masalah denda ?. Ternyata karena wanita Surabaya tersebut penduduk Beijing sedangkan Pemandu Wisata kami bukan penduduk Beijing. Rupanya pengenaan denda tersebut bervariasi di tiap daerahnya, sudah menjadi hukum yang berlaku umum barangkali jika kehidupan di kota-kota besar mempunyai ongkos hidup yang lebih besar di banding di pedesaan atau daerah-daerah pinggiran.

Lebih jauh diceritakan bahwa pembatasan kelahiran penerapannya jauh lebih ketat di kota-kota besar seperti Beijing di banding di daerah pinggiran atau pedesaan.. Di pedesaan dimungkinkan mempunyai anak lebih dari 1 dengan denda yang longgar dengan tujuan untuk membantu ekonomi keluarga . Begitu pula jika pasaangan suami istri dari pasangan suku minoritas dimungkinkan mempunyai anak ke 2 tanpa dikenakan denda oleh Pemerintah, demikian obrolan ringan selama perjalanan ini.

Lain di Cina lain pula di Singapura. Konon di beritakan Pemerintah Singapura mendorong penduduk usia nikah untuk segera menikah dan mempunyai keturunan. Jika mempunyai keturunan maka Pemerintah Singapura akan memberikan tunjangan atau subsidi bagi pasangan tersebut. Jadi, begitu mempunyai anak maka orang tuanya dibayar oleh Pemerintah Singapura.

Kebijakan ini dijalankan Pemerintah Singapura, karena kabarnya banyak orang Singapura usia nikah tidak mau menikah. Apabila menikah akan repot ngurus anak, tidak ada kebebasan, berkomitmen sepanjang hidup dengan pasangan dsb. Dapat dibayangkan jika suatu negara tanpa generasi penerus yang handal apa jadinya kelangsungan suatu negara itu? Lain ladang lain belelalang. Lain lubuk lain ikannya.