<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d2088782634436562457\x26blogName\x3dBelajar+Mengungkapkan+Kata+Dalam+Tulisan\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://armeink.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://armeink.blogspot.com/\x26vt\x3d7121805960237238141', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Kamis, 30 Oktober 2008

Buy Back Saham BUMN

Diberitakan, guna mengangkat Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Pemerintah telah meminta BMUN yang go Publik melakukan buy back saham-sahamnya, diharapkan dengan dilakukan buy back maka Indeks Harga Saham Gabungan akan meningkat. Disini dapat diibaratkan BUMN sebagai lokomotif penarik gerbong kereta api.

Upaya Pemerintah itu menimbulkan pro dan kontra diantara pelaku bisnis, pengamat ekonomi maupun orang awan sekalipun. Yang kontra menyatakan, tindakan itu hanya akan menguntung orang kaya padahal yang paling penting menghidupkan sektor riil. Sebaliknya yang pro menyatakan, dengan dilakukan buy back maka diharapkan ada sentiment positif di Bursa, Indeks Harga Saham Gabungan menaik, sehinga akan berpengaruh positif pada perekonomian secara keseluruhan.

Namun yang menjadi pokok tulisan ini adalah, apakah buy buck tersebut harus melalui RUPS atau tanpa RUPS. Pemerintah berpendapat tanpa melalui RUPS hal ini dapat dilakukan, Peraturan BAPEPAM-LK No.XI.B.3 ternyata memungkinkan dilakukan buy back tanpa RUPS. Sedangkan pihak lainnya berpendapat harus dilakukan RUPS terlebih dahulu, hal ini didasarkan UU Perseruan Terbatas.

Timbulnya pertanyaan, aturan manakah yang akan digunakan Peraturan BAPEPAM-LK atau UU Perseroan Terbatas ? Sebelum menjawab hal tersebut, harus dikaji terlebih dahulu tata urutan perundang-undangan, antara kedudukan UU Perseroan Terbatas dengan Peraturan BAPEPAM-LK, manakah yang paling tinggi? Tentunya UU Perseroan Terbatas, sehingga Peraturan BAPEPAM-LK harus mengikuti UU Perseroan Terbatas bukan malah sebaliknya. Namun ada pendapat lain, yaitu bahwa hal ini bukan masalah tata urutan perundang-undangan, namun Peraturan BAPEPAM-LK tersebut adalah pengaturan khusus (Lex Specialis) yang hanya berlaku di Bursa saja, sedangkan UU Perseroan Terbatas berlaku secara umum (Lex Generalis) bagi Perseroan Terbatas yang tidak masuk Bursa.

Jika kita sepakat dengan pendapat yang menyatakan Peraturan BAPEPAM-LK adalah Lex Spesialis, sedangkan UU Perseroan Terbatas adalah Lex Generalis, kemudian dilakukan buy back oleh BUMN dan kemudian tindakan tersebut menguntungkan BUMN dimaksud, maka permasalahan selesai sampai disini.

Namun apabila buy back telah dilakukan, namun harga saham tetap jatuh sehingga meninmbulkan kerugian bagi BUMN, maka timbul pertanyan, apakah kerugian tersebut dapat diminta pertanggung jawaban kepada BUMN dimaksud ? Siapakah yang harus bertanggung jawab, Pemegang saham?, Komisaris? ataukah Direksi? Apakah pertanggung jawabannya sampai pertanggung jawaban pribadi.

Kemudian apakah pertanggung jawabannya hanya terbatas secara perdata saja atau juga berikut pertanggung jawaban secara pidana, karena telah merugikan keuangan Negara?

Karena buy Back merupakan upaya Pemerintah dan bukan merupakan tindakan dari “oknum” organ-organ di Perseroan BUMN, maka jika terjadi kerugian nampaknya Pemerintah akan menyatakan itu adalah “resiko bisnis”, dan tidak dilakukan Penyidikan. Institusi Kejaksan maupun Kepolisian yang juga adalah bagian dari Pemerintah tidak akan melakukan penyidikan terhadap kerugian dimaksud, sehinga kasus dianggap selesai.

Demikian tulisan buy back apabila dilihat dari kaca mata Pemerintah, namun masalah akan berlanjut karena di Indonesia ada lembaga yang Independen, dikategorikan “super body” yang bukan merupakan bagian dari eksekutif maupun legislatif, yaitu lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pertanyaannya adalah, apakah unsur kerugian dalam buy saham BUMN, dapat dikategorikan “korupsi” yang merupakan objek dari KPK ?. Sampai disini dahulu uraiannya.